MAKALAH
IBADAH, AKHLAK DAN MU’AMALAH
“MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN SHALAT”
DISUSUN
OLEH :
Rido
Nadya Nurul Khaliza
Suci Wulandari
Sindi Lutfitasari
Anting Sri Utami
Ayu Saputri
Maghfirotul Affida
Ajeng Iriyanti
Ibnu Sulistio
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
AKUNTANSI S1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah berkesempatan dalam memberikan
limpahan kesehatan, rahmat dan karunianya sehingga makalah yang berjudul “Mengapa
Allah Mewajibkan Shalat” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
disusun dalam hal tugas mata kuliah Ibadah, Akhlah dan Muamalah.
Atas
tersusunya makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya harap kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak demi makalah ini bisa lebih baik lagi.
Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam hal ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Purwokerto,
6 November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Shalat
B. Turunnya
Kewajiban Shalat
C. Kedudukan
Shalat Dalam Agama
D. Hikmah
Shalat
E. Beberapa
Ketetapan Al-Qur’an Terhadap Shalat
F. Keistimewaan
Shalat
G. Perintah
Mendirikan Shalat Fardhu
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Shalat merupakan amal
yang dihisap paling pertama di alam kubur dan merupakan amal yang paling
penting, sangat pentingnya shalat pada orang sakit pun harus melakukan shalat
walaupun dalam keadaan apapun ataukah sedang sakit ataupun sedang sibuk. Pada
saat seseorang sedang sakit seseorang harus shalat jika tidak bisa berdiri
duduk dan jika tidak bisa duduk berbaring jika masih tidak bisa berbaring cukup
dengan mengedipkan mata. Betapa sangat pentingnya shalat dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat. Shalat juga sebagai tiang agama yang dimana untuk membuat
karakter akhlak kita untuk lebih baik lagi dan tidak mudah terjerumus dalam
lubang muslihat ataupun menujujalan yang haram.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
Pengertian Shalat ?
2. Bagaimana
Turunnya Kewajiban Shalat ?
3. Bagaimana
Kedudukan Shalat Dalam Agama ?
4. Apa
Hikmah Shalat ?
5. Bagaimana
Ketetapan Al-Qur’an Terhadap Shalat ?
6. Apa
Keistimewaan Shalat ?
7. Bagaimana
Perintah Mendirikan Shalat Fardhu ?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Mengetahui
Pengertian Shalat
2. Mengetahui
Turunnya Kewajiban Shalat
3. Mengetahui
Kedudukan Shalat Dalam Agama
4. Mengetahui
Hikmah Shalat
5. Mengetahui
Beberapa Ketetapan Al-Qur’an Terhadap Shalat
6. Mengetahui
Keistimewaan Shalat
7. Mengetahui
Perintah Mendirikan Shalat Fardhu
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
SHALAT
shalat adalah suatu ibadah yang mengandung beberapa
ucapan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam. Shalat juga merupakan kewajiban manusia yang pertama tama diminta
pertanggungjawabanya oleh Allah pada hari kiamat nanti. Bila shalat seseorang
baik, baiklah seluruh amalnya. Bila rusak shalatnya, rusak pula seluruh
amalnya. Shalat juga merupakan pesan nabi terakhir yang disampaikan kepada
umatnya pada saat nabi menjelang akhir hayatnya, yakni hendaknya umat islam
selalu menjaga shalat dengan sebaik-baiknya. [1]
B. TURUNNYA
KEWAJIBAN SHALAT
1. Anas
bin Malik r.a. berkata bahwa Abu Dzar r.a. pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda “Ketika aku sedang berada di Mekkah, atap rumahku terbuka dan malaikat
Jibril turun menemuiku, membelah dadaku, lalu membasuhnya dengan air zam-zam.
Setelah itu Jibril membawa sebuah nampan emas yang isinya penuh dengan
kebijaksanaan dan keimanan dan sehabis menuangkan seluruh isi nampan itu ke
dalam dadaku, ia pun menutup dadaku kembali. Kemudian Jibril menggenggam
tanganku dan menuntunku ke langit. Jibril berkata kepada penjaga langit,
‘Buka’. Penjaga langit berkata, ‘Siapa itu?’ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Penjaga
langit bertanya, ‘Adakah seseorang bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Ya. Muhammad
Saw. bersamaku’ Si penjaga bertanya, ‘Apakah ia telah diutus?’ Jibril menjawab,
‘Ya.’ Maka pintu (langit) pun dibuka dan kami pergi ke langit terdekat dan
disana kami melihat seorang laki-laki sedang duduk dengan aswidah (sejumlah besar orang) di sebelah kanannya dan aswidah (sejumlah besar orang) di
sebelah kirinya. Ketika laki-laki itu melihat ke sebelah kanannya ia tertawa
dan ketika laki-laki itu melihat ke sebelah kirinya ia menangis. Kemudian
laki-laki itu berkata, ‘Selamat datang! Wahai Nabi dan anakku yang saleh.’ Aku
bertanya kepada Jibril, ‘Siapa laki-laki itu?’ Ia menjawab, ‘Laki-laki itu
adalah Adam, orang-orang di kanan kirinya adalah ruh keturunannya (anak
cucunya). Mereka yang berada di sebelah kanan adalah para penghuni surga dan
mereka yang ada di sebelah kiri adalah para penghuni neraka, manakala ia
berpaling ke arah kanannya ia tertawa dan manakala ia berpaling ke arah kirinya
ia menangis. ‘ Kemudian ia menuntunku hingga tiba di langit kedua dan Jibril
berkata kepada penjaganya ‘Buka’. Penjaga langit mengatakan hal yang sama
seperti yang dikatakan penjaga langit sebelumnya lalu membuka pintu langit
kedua.”
2.
3. Anas berkata, “Abu Dzar menambahkan
bahwa Nabi SAW. Bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim a.s. Ia (Abu
Dzar) tidak menjelaskan berada di langit yang mana mereka (para Nabi itu)
berada (pada saat berjumpa dengan Nabi SAW), tetapi mengatakan bahwa Nabi SAW
berjumpa dengan Adam di langit terdekat dan dengan Ibrahim di langit ke-6. “
4. Anas
berkata, “Ketika Nabi SAW dan Jibril berjumpa dengan Idris, yang disebut
terakhir ini berkata, ‘selamat datang! Wahai Nabi dan saudaraku yang
shaleh.’Nabi SAW bersabda ‘siapa laki-laki ini?’ Jibril menjawab, ‘laki-laki
itu adalah Idris.’” Nabi Muhammad SAW menambahkan, “Aku bertemu dengan Musa dan
Ia berkata kepadaku ‘selamat datang ! Nabi dan saudaraku yang shaleh.’ Aku
bertanya kepada Jibril, ‘siapa laki-laki ini?’ Jibril menjawab, ia adalah
Musa.’lalu aku bertemu dengan Isa dan ia berkata,’selamat datang! Nabi dan
saudaraku yang shaleh .’ aku bertanya siapa laki-laki ini?’ Jibril menjawab,
‘ia adalah Isa.’ Setelah itu aku bertemu Ibrahim dan ia berkata, ‘selamat
datang! Nabi dan anakku yang shaleh !’ aku bertanya, ‘siapa laki-laki ini?’
Jibril menjawab, ‘Ia adalah Ibrahim a.s.’”
5. Ibn
‘Abbas r.a dan Abu Habbah Al-Anshari berkata: Nabi Muhammad SAW. Menambahkan,
“kemudian aku dan Jibril naik ke sebuah tempat dan aku mendengar bunyi pena
(dari tempat itu). “Annas Bin Malik r.a berkata : Nabi Muhammad SAW. Bersabda,
“kemudian Allah ‘azza wa jalla memerintahkan shalat limapuluh waktu kepada
umatku. Ketika aku kembali dengan perintah ini aku bertemu Musa dan bertanya
kepadaku,’ apa yang Allah perintahkan kepada para pengikutmu ?’ aku menjawab,
‘dia memerintahkan shalat lima puluh waktu kepada umatku.’ Musa berkata, ‘kembalilah
pada tuhanmu sebab para pengikutmu tidak akan sanggup menjalankan perintah
itu.’ (maka akupun kembali menemui Allah dan meminta keringanan untuk umatku)
dan Dia memberi keringanan hingga setengahnya. Ketika aku bertemu kembali
dengan Musa dan memberitahukan hal itu kepadanya, Ia berkata, ‘ kembalilah pada
Tuhanmu sebab para pengikutmu tidak akan sanggup mengerjakan perintah itu.’
Maka
6. Akupun
kembali menemui Allah dan meminta keringanan dan Dia mengurangi perintah itu
hingga setengahnya lagi. Aku kembali bertemu dengan Musa dan ia berkata kepadaku, ‘ kembalilah
kepada Tuhanmu sebab para pengikutmu tidak akan sanggup mengerjakan perintah
itu.’ Maka akupun kembali menemui Allah dan dia berfirman, ‘ Ini (perintah)
shalat lima waktu dan shalat lima waktu ini (nilainya) setara (dengan shalat)
lima puluh (waktu) sebab Kalam –ku tidak akan berubah. ‘ aku kembali bertemu
dengan Musa dan ia menyarankan aku untuk kembali sekali lagi menemui Allah
untuk meminta keringanan bagi umatku. Aku menjawab ‘sekarang aku merasa malu
untuk meminta kembali keringanan kepada Tuhanku.’ Setelah itu Jibril membawaku
ke sidrat-ul-muntaha yang diselimuti berbagai warna yang tidak dapat dilukiskan
dengan kata-kata. Kemudian aku di izinkan masuk kedalam surge tempat aku
menemukan tembok-tembok kecil (yang terbuat dari) mutiara dan tanahnya
mengeluarkan wangi misk (minyak kasturi).”
7. [1:345-S.A.]
C. KEDUDUKAN
SHALAT DALAM AGAMA
Di dalam Islam,
shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara lain:
1. Shalat
merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya
langsung diterima Rasulullah SAW pada malam Isra’-Mi’raj (QS. Al-Isra’/ 17:1).
Anas bin Malik ra. meriwayatkan:
“Telah diwajibkan pada Nabi SAW pada malam Isra’
yakni shalat 50 (lima puluh) waktu sampai (akhirnya) menjadi lima waktu.”
(HR. At-Tirmidzi 1/417: 213)
Menurut
At-Tirmidzi: hadist ini hasan shahih karena memang ada jalur lain yang muttafaq
‘alayh (disepakati al-Bukhari dan Muslim) dari Abu Qatadah bahwa Nabi saw
bersabda: telah diwajibkan kepadaku
shalat 50 waktu. Yang kemudian disarankan oleh Nabi Musa as supaya minta
keringanan hingga akhirnya menjadi 5 waktu, maka status hadis at-Tirmidzi ini
naik menjadi shahih li ghayrih yakni shahih karena yang lainnya.[2]
2. Shalat
merupakan tiang agama
Nabi Muhammad
saw bersabda:
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat
dan puncaknya adalah jihad.”
(HHSR: Hadis
Hasan Sahih Riwayat At-Tirmidzi, al-Nasa’I, Ibn Majah, Ahmad, al-Bayhaqi dan
al-Thahbrani, dari Mu’adz. Dalam riwayat al-Bayhaqi dan al-Daylami dikatakan
bahwa “Shalat adalah tiang agama”.
Tetapi sanad hadis ini dla’if karena terputus).[3]
Sebagai tiang agama, maka shalat
harus selalu ditegakkan dan tidak boleh
ditinggalkan
dalam keadaan bagaimanapun juga. Untuk itulah Allah SWT berfirman:
“Peliharalah segala shalat(mu), dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan
tenang/khusyu’. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil
berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah
Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah/2: 238-239)
3. Shalat
merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.
Nabi saw
bersabda:
“Yang pertama kali dihisab (amalan) seorang hamba
pada hari kiamat adalah shalatnya…” (HHR.
At-Tirmidzi, al-Nasa’I, Ibn Majah, Ahmad dan al-Thabrani).
Dalam riwayat
al-Thabrani, ada tambahan:
“maka jika shalatnya baik maka baiklah semua
amalnya, namun jika shalatnya rusak maka rusaklah semua amalnya.”[4]
Dijadikannya
shalat sebagai standar awal dalam menilai keseluruhan amal menunjukkan bahwa
kualitas pelaksanaan shalat seseorang dapat menunjukkan kualitas amalan orang
tersebut.
D. HIKMAH
SHALAT
Hikmah
shalat itu banyak sekali, antara lain :
i)
Memberikan ketentraman dan ketabahan hati, sehingga orang
tidak mudah kecewa/gelisah/mentalnya jika menghadapi musibah; dan tak mudah
lupa daratan, jika sedang mendapat kenikmatan/kesenangan, sebagaimana firman
Allah dalam al-Quran surat al-Maarij ayat 20-22.
Artinya :
“apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah. Apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang
yang mengerjakan shalat.”
ii) Mencegah seseorang melakukan
perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat
al-Ankabut ayat 45.
Artinya :
“bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, Al-kitab (al-Quran) dan didirikanlah shalat, sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Mengingat Allah (shalat)
lebih besar keuntunganya daripada ibadat yang lain. Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan. [5]
E. BEBERAPA
KETETAPAN AL-QURAN TERHADAP SHALAT
Allah
SWT secara berulang ulang memerintahkan kita mengerjakan shalat dengn cara cara
tertentu, dan memuji muji orang yang bershalat engan aneka ragam susunan
kata-kata.
1. Pada
suatu tempat dalam al-quran Allah SWT, menerangkan bahwa “orang-orang yang
menegakkan shalat, itulah orang yang mempusakai firdaus.”
Seperti
arti surat Q.A. 1-11 S.23 : AL-MU’MINUN. Ayat itu menegaskan bahwa allah swt
memastikan syurga bagi segala mereka yang melaksanakan “A’malul biri=
pekerjaan-pekerjaan bakti dan utama” yang dimulai dengan shalat dan disudahi
dengan shalat. Mereka dikekalkan dalam firdaus ilahi.
2. Pada
ayat yang lain di dalam al-quran allah swt menerangkan bahwa : “segala manusia
bertabiat keluh kesah, rusuh resah, tiada berjiwa tenang, suka menahan
kebajikan, yang tidak demikian hanyalah manjsia yang bershalat.”
Dalam
Q.A. 19-35.S.70:AL MA’ARIJ Allah SWT memulai penerangan dengan “shalat” dan
Allah SWT menutupinya dengan “shalat” juga. Hal ini menunjukan bahwa shalat itu
sangan penting kedudukanya di antara berbagai macam tha’at.
3. Berulang
kali Allah SWT mengkhususkan sebutan shalat padahal shalat itu tha’at juga
sebagai puasa dan zakat.
Dalam
ayat Q.Q. 45. S. 29 : AL ‘ANKABUT dalam ayat ini allah SWT mengkhususkan
sebutan shalat, padahal dalam perintah membaca kitab atau Al-Quran itu telah
terkandung suruhan mengerjakan tha’at yang masuk ke dalam tha’at itu,
mendirikan shalat, dan terkandung pula suruhan menjauhkan maksiat.
4. Dengan
tegas Allah SWT menerangkan hikmat mendirikan shalat. Seperti pada ayat
Q.A.45.S.29 : AL-‘ANKABUT 1 Allah SWT menegaskan hikmat shalat, yaitu : jauh dari kata kejahatan dan kemunkaran.
5. Dengan
tegas Allah SWT menggerakan kita untuk menyuruh seluruh keluarga kita
mengerjakan shalat
Seperti
dalam Q.A.123,S.20 : THAHA dengan tegas benar ayat inimemerintahkankita supaya
melaksanakan shalat, serta bersabar menahan kesulitan kesulitan dan
kesusahan-kesusahan yang di sebabkan shalat itu.
6. Allah
SWT memerintahkan kita menjalankan shalat, dan shabar sebagai penolong dalam
kita menegakkan segala rupa tha’at dan kebajikan.
Seperti
dalam Q.A. 45, S.2 : AL BAQARAH dan Q.A. 153. S. 2 : AL BAQARAH. Terang dan
tegas ALLAH SWT memerintahkan kita mempergunakan shalat dan sabar untuk alat
menghasilakn maksud yang baik untuk perkakas mewujudkan kebajikan.
7. Allah
SWT membangsakan orang-orang yang ditimpakan siksa kepada orang-orang yang
mensia-siakan shalat.Seperti pada Q.A. 59. S. 19 : MARYAM. [6]
F. KEISTIMEWAAN
SHALAT
1. Shalat
adalah fardhu’ yang mula-mula difardlukan dari ‘ibadat-‘ibadat badaniyah
2. Shalat
, tiang agama
3. Shalat
lima waktu difardlukan dimalam mi’raj di langit
4. Shalat
akhir wasiat nabi kita SAW dan nabi-nabi yang lain
5. Shalat
permulaan amal yang dihisab di akhirat, dan akhir ‘ibadat yang ditinggalakan
ummat di dunia
6. Shalat
seutama-utama syiar islam, dan sekuat-kuat tali perhubungan antara hamba dengan
Allat SWT.[7]
G. PERINTAH
MENDIRIKAN SHALAT FARDHU
Maha
suci allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari masjidil
haram ke masjidil aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya, agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya,
Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Al-israa’(17) : 1)
1.
Berawal Dari Tahun Duka Cita (Amul Huzni)
Sejak diangkat
menjadi rasul pada usia 40 tahun yang ditandai dengan turunnya wahyu pertama di
Gua Hira’ pada tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 M., tugas berat untuk
syiar agama Islam harus dihadapi Rasulullah Muhammad SAW. Diperlukan waktu
hampir 23 tahun (13 tahun di Madinah dan 10 tahun di Mekkah) dengan banyak
ujian, cobaan dan duka lara yang harus dihadapinya demi menegakkan kalam Ilahi.
Intimidasi baik berupa mental, fisik, maupun tuduhan-tuduhan keji yang tidak
mendasar dilayangkan kepada rasulullah SAW. Tidak hanya sesekali namun
intimidasi ini dilakukan secara bertubi-tubi oleh orang-orang kafir. Mulai
tidak diterimanya beliau sebagai anggota masyarakat (diasingkan dari pergaulan)
di Mekkah, embargo makanan kepada umat islam oleh kaum musyirikin Quraisy,
upaya pembunuhan, dituduh orang gila, penyihir, pembangka terhadapa kepercayaan
(agama) nenek moyang, dan sebagainya.
Melihat kondisi
yang begitu memprihatinkan, baik secara fisik maupun mental, yang terjadi
hampir selama 5 tahun pasca kerasulannya, maka Allah Swt memerintahkan beliu
untuk hijrah ke Habsyah (Madinah) bersama pengikutnya. Meskipun di Madinah
kondisi keamanan dan lebih bersahabat, namun gangguan masih tetap terjadi
terutama dari kaum Yahudi dan orang-orang munafik.
Meskipun bentuk
intimidasi tetap berlangsung semua hal itu Nabi SAW menyurutkan langkahnya
untuk menyampaikan risalah Islam. Banyaknya kaum musyirikin Quraisy dan Yahudi
yang tidak bersedia memeluk agama Islam, juga tidak membuatnya berduka cita.
Semuanya dihadapi dengan kesabaran.
Hanya satu
peristiwa yang membuat beliau tergunjang secara psikologis, yakni ketika dua
orang yang dicintainya, yaitu Abu Thalib (paman) dan Siti Khadijah Ra. (istri)
meninggalkan beliau untuk selama-lamanya dengan jarak waktu yang tidak terlalu
lama. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-10 sejak masa kenabiannya atau beliau
pada saat itu berusia 50 tahun. Tahun ini disebut dengan tahun duka cita ‘Amul
Huzni”.
Jasa sang paman yang mengasuh,
menjaga, dan melindungi Rasulullah SAW sejak umur 8 tahun hingga dewasa dari
orang-orang musyirikin Quraisy, tidak mudah untuk dilupakan oleh beliau.
Sementara
istirinya, Siti Khadiyah r.a, yang merupakan salah satu saudagar kaya di
Mekkah, selalu rela mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk mendampingi,
memotivasi, menghibur dan mensupport beliau dalam menjalankan perintah Allah
SAW untuk syiar Islam. Hampir 24 tahun, Khadijah ra. mendampingi Muhammad SAW
baik dalam suka maupun duka. Pada usia 65 tahun, Allah Swt memanggil Khadijah
r.a untuk selama-lamanya. Padahal, saat itu, kondisi konflik antara umat Islam
dan kaum musyrikin Quraisy sedang genting dan mencapai titik kulminasi.
Demikian besar
jasa Abu Thalib dan Siti Khadijah, maka tidak heran jika saat keduanya
meninggal dunia, Rasulullah SAW merasakan kesedihan yang sangat mendalam.[8]
2.
Isra’
Miraj Dan Perintah Mendirikan Shalat
Allah SWT
memberikan cobaan dan ujian kepada hamba-nya tidak mungkin melebihi
kapasitasnya. Dia Maha Tahu akan keberadaan dan batas-batas kemampuan
masing-masing makhluk-Nya. Semakin tinggi derajat yang akan diberiakan, maka
semakin berat pula ujian dan cobaan yang akan diterimanya. Kenapa? Hal ini
semata-mata untuk mempersiapkan hamba-Nya, baik secara lahir maupun batin, agar
tangguh dalam menjalankan tugasnya selaku Khalifatullah
fil ardhi dan dalam menghadapi intimidasi musuh-musuh Allah SWT. Ada banyak
hikmah yang dapat dipetik dengan diberikannya ujian dan cobaan. Pertama, ini
menandakan bahwa hamba tersebut telah menarik perhatian Allah SWT untuk
dijadikan abdi-Nya. kedua, allah SWT melakukan pengawasan terhadap abdi-Nya
selama menjalani proses ujian dan cobaan. Seharusnya manusia merasa bangga dan
bahagia bila mengetahui rahasia ini bahwa dirinya senantiasa dalam pengawasan
sang khaliq di setiap saat dan waktu.
Demikian pula, ujian dan cobaan
yang diberikan kepada Rasulullah SAW. Tahun duka cita merupakan batu pijakan
bahwa beliau tengah dipersiapkan secara lahir dan batin untuk menerima rahmat
dan karunia yang sangat luar biasa dibalik peristiwa yang akan beliau alami.
A. Peristiwa
Isra’ Mi’raj
Apa gerangan rahmat dan karunia
Allah SWT yang akan diberikan kepada beliau pasca peristiwa ‘amul huzni?
Yaitu, peristiwa Isra’ Mi’raj;
suatu perjalanan atauwisata ruhani sebagai penawar duka cita atas kesedihan
hatinya, sekaligus diberikan “bonus” berupa perintah mendirikan shalat 5 waktu
sebagai sarana penyembahan hamba kepada Tuhannya. Menurut Ibnu Katsir,
peristiwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-11 sejak masa
kenabian Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan yang digambarkan didalam
Al-Qur’an: (QS. Al-Israa’(17): 1)
Banyak riwayat yang menceritakan
tentang bagaimana peristiwa istimewa yang dialami Rasulullah SAW saat melakukan
perjalanan isra’ mi’raj. Selain ayat tadi, banyak hadis Qudsi yang menceritakan
peristiwa fenomenal ini. Mulai perjalanan yang begitu mencengangkan dan tidak
dapat diteriam dari logika. Rasulullah SAW menempuh perjalanan ini hanya satu
malam. Padahal, diperlukan waktu hampir dua bulan pulang pergi dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha dengan mengendarai unta sebagai alat transportasi yang
tersedia waktu itu. Apalagi harus menembus ke Sidratul Muntaha. Rasanya tidak
masuk akal. Atas peristiwa ini, banyak dari kaum Quraisy yang menertawakan dan
menganggap Rasulullah Saw tukang bohong.
B.
Isra’ Mi’raj sebagi
Ujian Iman
Tidak hanya kaum
musyirikin Quraisy yang tidak mempercayai dengan adanya peristiwa isra’ mi’raj,
tetapi juga beberapa umat Islam yang masih tipis imannya, sehingga mereka
akhirnya kembali murtad (keluar dari islam). Secara logika, bagaimana mungkin
Muhammmad SAW melakukan perjalanan dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dalam tempo satu malam?
Penilaian beberapa umat Islam yang
murtad dan kaum musyirikin Quraisy tentu ada benarnya bila perangkat yang
digunakan adalah logika. Namun sayangnya, mereka keliru menggunakan perangkat
(otak) dalam menilai wilayah ketuhanan. Seharusnya, mereka menggunakan hati,
sebagai tempat bersemayamnya iman seseorang.
Muhammad SAW
sendiri berusaha meyakinkan mereka melalui dialog dengan Abu Bakar ash-Shiddiq
didepan khalayak umum dan pembuktian dengan realitas yang dilihat dengan mata
kepala mereka sendiri, namun mereka tetap tidak mempercayainya. Apa gerangan
bukti tersebut?
Begitu selesai menunaikan
perjalanan isra’ mi’raj Rasulullah SAW langsung mengumpulkan beberapa orang
untuk mengabarkan tentang peristiwa apa yang baru saja dialaminya. Beliau
mengabarkan bahwa semalam telah melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha kemudian berhenti sejenak untuk menunaikan sholat sunnah dan
melanjutkan perjalanan ke Sidratul Muntaha. Setelah turun dari langit, beliau
kemudian meneruskan perjalanan dari Masjidil Aqsha hingga kembali lagi di
Masjidil Haram.
Adapun bukti
bahwa beliau mengalami peristiwa isra’ mi’raj dapat saya nukilkan dari H.M.H. Al-Hamid
Al-Husaini berikut ini
Pertama,
mendengar berita yang tidak masuk logika tersebut, banyak orang yang telah
memeluk islam kembali kepada agama semula (murtad). Kemudian mereka mendatangi
Abu Bakar dan berkata,” hai Abu Bakar, bagaimanakah sesungguhnya sahabat Anda
itu? Ia mengaku pergi ke Baitul Maqdis tadi malam,. Dan setelah shalat disana,
ia pulang ke Mekkah!” Abu Bakar bertanya, “ Apakah kalian tidak mempercayainya?
Demi Allah, kalau ia mengatakan hal itu, apa yang dikatakannya pasti benar.
Apakah yang membuat kalian merasa heran? Bukankah beliau telah memberi kabar
kepada kita bahwa Allah menurunkan Jibril dari langit ke bumi setiap saat ia
membawa wahyu? Itu lebih aneh daripada berita yang mengherankan kalian!”
Setelah itu, Abu
Bakar menemui Rasulullah SAW kemudian ia bertanya, “Ya Rasulullah, benarkah
anda datang dari Baitul Maqdis tadi malam?” beliau menyahut, “ ya, benar.”
Ya Rasulullah, cobalah sebutkan
kepadaku bagaimana Baitul Maqdis itu? Aku sudah pernah pergi kesana”, kata Abu
Bakar (Rasulullah sebelumnya belum pernah berpergia ke Baitul Maqdis sebelum
peristiwa Isra’ Mi’raj).
Seketika itu juga, gambaran
Masjidil Aqsha tampak jelas di depan mata Rasulullah Saw sehingga beliau dapat
menyebutkan bagian-bagian dari bangunan masjid tersebut.
“ Anda sungguh tidak berdusta, Ya
Rasulullah! Aku bersaksi bahwa Anda benar-benar utusan Allah!”
Tiap Abu bakar mendengar
bagian-bagian Baitul Maqdis disebutkan ia berulang-ulang mengucapkan “Anda
benar...anda benar.” Sejak itulah Rasulullah SAW menamainya Abu Bakar
ash-Shiddiq (Yakni Abu bakar yang selalu membenarkan). Demikianlah kisah isra’
mi’raj yang diriwayatkan oleh Hasan.
Kedua,setelah
Rasulullah SAW menyampaikan berita
tentang isra’ mi’raj kepada
mereka yang tidak mempercayai, semuanya heran. Lalu mereka bertanya “hai
Muhammad, manakah buktinya? Kami sama sekali belum pernah mendengar cerita
semacam itu!”
Beliau menjawab, “ tadi malam aku
melewati Khafilah Bani Fulan disebuah lembah. Binatang (Bouraq) yang aku
tunggangi mengejutkan mereka hingga ada seekor diantara unta-unta mereka
melesat jauh. Mereka kutunjukkan dimana tempat unta yang melesat itu. Ketika
itu aku sedang menuju kearah negeri Syam. Sampai ditempat bernama Dhajnan, aku
melewati lagi sebuah khafilah kepunyaan Bani Fulan. Kulihat mereka sedang tidur
nyenyak. Mereka mempunyai air minum didalam wadah penutup. Wadah itu kuambil,
kubuka tutupnya dan airnya ku minum, kemudian wadah itu ku tutup kembali
seperti semula. Sekarang, kafilah mereka sedang murung dari dataran tinggi
baidha, disebuah tikungan jalan Tan’im. Yang paling depan seekor unta berwarna
cokelat tua dan berpunuk dua, yang satu berwarna hitam dan berpunuk dua, yang
satu berwarna hitam dan yang lain berbelang-belang.”
Khalayak umum
kemudian beramai-ramai pergi ke tikungan jalan di Tan’im untuk membuktikan
kebenaran kata-kata Rasulullah SAW. Beberapa saat kemudia, kafilah yang disebut
Rasulullah SAW itu tiba di tikungan Tan’im, dan terbukti unta yang berjalan di
depan kafilah warna dan sifat-sifatnya cocok dengan yang disebut Rasulullah
SAW. Mereka bertanya kepada rombongan kafilah tentang air yang habis di dalam
wadah tertutup. Ternyata, apa yang dikatakan Rasulullah SAW mengenai itu pun
benar-benar terjadi. Ketika mereka bertanya kepada kafilah lain yang tiba lebih
dahulu di Mekkah mengenai kejutan yang membuat unta kafilah itu lari melesat
jauh, pun dijawab bahwa apa yang diceritakn Rasulullah SAW mengenai kejadian
itu memang benar.
Meskipun kedua
bukti tersebut jelas dan tidak terbantahkan, namun sebagian umat islam dan kaum
musyirikin quraisy tetap tidak mempercayainya. Mereka inilah golongan manusia
yang telah ditutup hatinya oleh Allah SWT untuk menerima islam dan iman.
Umat islam yang
mengaku beriman kepada rukun iman dan rukun islam wajib hukumnya meyakini
peristiwa isra’, meskipun secara logika tidak mampu dicerna. Bukti peristiwa
isra’ telah tertulis dalam al-Qur’an dan diperkuat hadits Qudsi yang berisi
dialog antara Abu Bakar dengan Rasulullah SAW tentang gambaran Baitul
Maqdis,serta pembuktian kepada masyarakat saat itu tentang dua kafilah yang
ditemuinya.
Sewaktu berada
di Sidratil Muntaha inilah, Rasulullah SAW menerima perintah untuk mendirikan
shalat fardhu sebanyak lima kali dalam sehari semalam. Saat menerima perintah
ini, malaikat Jibril tidak berada disampingnya karena hanya manusia suci dan
bersihlah yang mampu memasuki wilayah tersebut. Bila Jibril berani memasuki
wilayah ini, maka dia akan terbakar.
Wahyu mendirikan
shalat ini merupakan hal yang istimewa bagi Rasulullah SAW diantara wahyu lain
yang diterimanya. Kenapa? Karena beliau menerima langsung dari allah swt tanpa melalui perantaraan malaikat jibril.
C. Jibril
Mengajari Shalat kepada Muhammad SAW
Dalam khasanah dunia islam,dikisahkan tentang
bagaimana rasulullah SAW diajari malaikat jibril (tentunya dengan seizin Allah
SWT) pasca menerima perintah untuk mendirikan shalat fardhu sehari semalam,
terutama dalam hal jumlah raka’at maupun waktu masing-masing shalat tersebut.
Ketika matahari
telah sedikit condong kearah barat, maka malaikat jibril memerintahkan
Rasulullah SAW mendirikan shalat dhuhur. Demikian pula, saat memasuki awal waktu
shalat ashar, magrib, isya’ dan subuh. Demikian dilain waktu malaikat
Jibril juga menyuruh nabi mendirikan shalat dhuhur, ashar, magrib, isya’ dan
subuh diakhir waktu masing-masing shalat. Inilah bentuk pengajaran malaikat
Jibril kepada Muhammad SAW mengenai awal dan akhir waktu dari masing-masing
shalat fardhu. Hal ini sesuai dengan QS. An-Nisaa’ ayat 103.[9]
[2] Syakir Jamaluddin, M.A.,
Shalat sesuai tuntunan Nabi saw.,
Yogyakarta: LPPI UMY, hlm 44.
[3] Syakir Jamaluddin, M.A.,
Shalat sesuai tuntunan Nabi saw.,
Yogyakarta: LPPI UMY, hlm 44.
[4] Syakir Jamaluddin, M.A.,
Shalat sesuai tuntunan Nabi saw.,
Yogyakarta: LPPI UMY, hlm 46.
[6] teungku muhamman hasbi
ash shiddieqy, Prof. DR., pedoman shalat, Semarang:PustakaRizkiPutra, hlm47.
[7] teungku
muhamman hasbi ash shiddieqy, Prof. DR., pedoman shalat,
Semarang:PustakaRizkiPutra, hlm47.
[8] Iwan fahri cahyadi,Dahsyatnya
Mukjizat Rakaat-Rakaat Shalat Fardhu,Yogyakarta:Sabil,hlm 26.
[9] Iwan fahri cahyadi,Dahsyatnya
Mukjizat Rakaat-Rakaat Shalat Fardhu,Yogyakarta:Sabil,hlm 29-39
0 komentar:
Posting Komentar